Pedas, Sehat, dan Kreatif
Minggu, 27 September 2009 | 13:39 WIB
 MASAKAN
atau Asakan khas Sunda zaman dulu ternyata memiliki rasa pedas yang
dominan. Sebab hampir di setiap masakan sayur maupun daging olahan, para
orang tua zaman dulu selalu menggunakan cabai sebagai bumbu. Kalau pun
tidak memakai bumbu pedas, pastilah ada sambal yang dihidangkan bersama
lalaban segar.
Dalam khazanah kuliner Parahyangan sendiri, sambal
bisa mencapai puluhan jenis. Sambal dadakan di antaranya sambal
combrang, sambal tarasi, sambal cibiuk, sambal bajak, sambal kacang, dan
sambal hejo.
Banyak juga asakan Sunda
jaman dulu yang memakai cabai sebagai bumbu. Seperti sambal goreng ati
kentang, sambal goreng kentang mustofa, ase cabe hejo, rendang jengkol,
oblo-oblo tempe peuteuy cabe hejo, kadedemes atau oseng kulit sampeu,
dan lainnya.
Pada
talkshow Makanan Tradisional Buhun Sunda Peninggalan Nenek Moyang, di
Bale Parahyangan Hotel Panghegar, Jumat (11/9) sore, Chef Cook Rohendi
mengungkap ada banyak jenis cabai yang dipakai untuk membuat sambal
maupun bumbu masakan.
"Ada
cabai hijau, cabai merah, cabai rawit atau cengek hejo, cengek beureum,
cabai gendot, paprika, dan sebagainya. Mereka sengaja menanam berbagai
jenis cabai maupun sayuran di halaman rumah atau kebun masing-masing.
Tentu semua sehat karena tanpa diberi pupuk kimia dan zat pengawet,"
jelas juru masak peraih predikat Super Chef dari sebuah televisi swasta
ini.
Dalam acara yang dihadiri tokoh masyarakat Sunda,
pengamat kuliner tradisional, pengurus asosiasi perhotelan, serta
aktivis Bandung Heritage, Chef Rohendi menyampaikan satu pertanyaan
sederhana. Mengapa para orangtua jaman dulu senang membuat dan
mengonsumsi masakan pedas?
"Sampai sekarang memang belum ada
jawaban pasti. Penasaran, saya tanya-tanya ke para orangtua di kota
besar sampai ke pelosok kampung di Jawa Barat. Kemungkinan berbagai
masakan pedas itu sengaja dibuat sebagai penghangat tubuh di tengah
iklim yang sejuk," ungkap Rohendi.
Ciri khas lain
asakan Sunda yaitu kreatif memanfaatkan bahan dasar yang bagi kebanyakan
orang dianggap tidak bermanfaat. Misalnya tumis genjer yang bahan
dasarnya diambil dari tanaman gulma di sela tanaman padi, sayur
kadedemes atau kulit singkong yang seringkali dianggap beracun, goreng
impun garing yang terbuat dari ikan-ikan kecil yang hidup liar di
sungai, atau tutut, hama keong yang hidup di sawah.
"Di
masakan cumi hideung, warna hitamnya berasal dari tinta cumi yang
sengaja tidak dibuang. Juga sambal goreng ati sapi atau asakan berbahan
jeroan sapi dan ayam. Di beberapa negara bahan-bahan itu tidak diolah
jadi makanan karena kadar kolesterolnya tinggi," jelas Rohendi.
GM
Hotel Panghegar, Hilwan Saleh, menyampaikan berbagai ciri khas asakan
Sunda merupakan wujud kekayaan budaya yang perlu dilestarikan. Malah
seharusnya dilindungi dan diperlakukan sebagaimana benda cagar budaya.
"Bila
dikaitkan dengan industri pariwisata, eksplorasi apapun terkait masakan
tradisional Sunda berpotensi besar jadi obyek wisata. Sebab masyarakat
pariwisata internasional menganggap, makan bukan lagi sekadar mengisi
perut. Merekapun mencari sensasi baru dengan menikmati makanan khas di
suatu daerah," ujar Hilwan. (ricky reynald yulman)
Setara Masakan Internasional
MASYARAKAT
Sunda selayaknya merasa bangga terhadap kekayaan kuliner tradisional
yang dimiliki. Bila didata serius boleh jadi ada ratusan jenis menu
makanan dan minuman tradisional khas Sunda.
Ragam jenis masakan
khas Sunda bahkan bisa mengalahkan kekayaan kuliner suatu negara di
belahan dunia lain. Secara umum ada makanan pembuka seperti Soto
Bandung. Ada juga makanan utama pendamping nasi seperti hayam bakakak,
cumi hideung, sambel goreng ati kentang, semur jengkol, ulukutek leunca,
ase cabe hejo, oblo-oblo tempe peteuy cabe hejo, kasreng hejo kacang
hejo, dan lainnya.
Makanan khas Sunda lain yang memiliki rasa
manis (amis-amis) biasanya dikelompokkan sebagai makanan penutup. Di
antaranya putri noong, kelepon, cocorot, gurandil, awug, katimus, misro,
dan sebagainya. Ada juga minuman khas seperti es goyobod atau es
cingcau.
Satu kelompok makanan Sunda lagi biasa diistilahkan
sebagai hahampangan atau makanan ringan. Di antaranya keremes, opak,
kolontong, borondong, kalua jeruk, kerupuk melarat, semprong, dan lain
sebagainya.
Pemerhati kuliner tradisional Sunda, Ny Euis Ruhyiat
menyampaikan upaya melestarikan masakan Sunda bisa dimulai dengan
mengenalkan kepada generasi muda. "Sering-seringlah menghidangkan
masakan tradisional Sunda di rumah. Atau ajak seluruh anggota keluarga
menikmati masakan Sunda bersama di rumah makan Sunda," ujar putri keenam
HR Ruhiyat, pendiri Hotel Pangehar ini. (ricky reynald yulman)
Beberapa Makanan Khas Sunda
1. Hayam Bakakak
Seekor
ayam yang dibakar di atas suluh, setelah dibersihkan dan diberi bumbu
khusus. Biasanya juru masak memakai sebilah bambu buat menjepit badan
ayam supaya mudah dibolak-balik selama proses pembakaran. Biasanya
dihidangkan pada acara pernikahan.
2. Cumi Hideung
Cumi yang dimasak selama 2-3 jam bersama tinta dan bumbu-bumbu khusus. Dihidangkan sebagai teman nasi (rencang sangu).
3. Sambal Goreng Ati Kentang
Sering
dianggap sebagai makanan mewah yang hanya dihidangkan pada waktu-waktu
tertentu. Seperti saat lebaran, resepsi pernikahan, khitanan, dan
sebagainya.
4 . Sambal Goreng Kentang Mustofa
Bahan
dasar berupa kentang yang dirajang halus seperti batang korek api.
Kemudian diaduk bersama sambal merah. Belum ada keterangan pasti tentang
pencantuman kata Mustofa yang terdengar seperti nama orang Arab.
Diperkirakan Mustofa adalah nama orang yang mempopulerkan menu ini.
5. Kadedemes atau Oseng Kulit Sampeu
Kulit
singkong direbus buat menghilangkan getah. Kemudian ditumis lagi
bersama bumbu-bumbu serta ditaburi cabe rawit hijau. Setelah masak
bentuknya hampir mirip gudeg nangka.
6. Kerupuk Melarat
Dibuat dari tepung aci (tapioka) kemudian dimasak hanya menggunakan pasir panas.
7. Putri No'ong
Berbahan
adonan singkong parut yang dipipihkan, diisi pisang lalu digulung.
Campuran itu dikukus dan dihidangkan dengan taburan parutan kelapa.
8. Gurandil
Termasuk
makanan penutup yang terbuat dari adonan tepung beras, ketan hitam, dan
aci. Biasa disajikan dengan taburan kelapa parut, gula putih, atau gula
aren. (ricky)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar